ARTI, POSISI, DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
Media (bentuk jamak dari kata medium),
merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk.,
1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad,
2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,
atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman
sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa
merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh
Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association
of Education and Communication Technology (AECT) memberikan pengertian tentang
media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses
belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan
suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai
kepada peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan
dengan batasan di atas yaitu sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali
istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian atau
sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti yang
dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media
komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan
hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan
Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara
implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape
recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film, slide,
foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut
National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta
peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media
seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar
dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga
proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Posisi Media
Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga
tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan
keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya
interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami
sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk
memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman langsung,
untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan atau membuat
cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang
mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video.
Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat membaca
atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang mencangkok
atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam
proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi aktivitas
yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak alat indera yang
terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan
isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan
pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima
dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus
berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera
pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara” yang
menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar) agar
terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu
perantara seperti apa yang dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam kondisi ini,
media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Misalnya alat-alat grafis,
photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali
informasi visual atau verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar, media
diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi
daya serap dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan
sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek
tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena dianggap sebagai alat
bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang memperhatikan aspek
disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai
bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini, media
pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata
sebagai alat bantu. Media pembelajaran memainkan peran yang cukup penting untuk
mewujudkan kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam posisi
seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang
dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru
melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran maka posisi
guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai
fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini memiliki posisi sebagai
sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai
dari pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di
lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya
sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah
kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian
rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping
itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat
keabstrakan pengalaman yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh
landasan teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori
Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1 di
bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan
pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
Fungsi Media
Pembelajaran
Efektivitas proses belajar mengajar
(pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran
yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu
akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa
harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.
Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media,
seperti: konteks pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon
yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos
(1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan
strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan
demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang
dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa
(Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi
(pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran
juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian
data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan
memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah
sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi
media (media pendidikan) secara umum, adalah sebagai berikut: (i) memperjelas
penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual; (ii) mengatasi keterbatasan
ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke
kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa
lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau film bingkai; (iii)
meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan
minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan (iv) memberikan
rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap
isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual juga
dikemukakan oleh Levie dan Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa
media tersebut memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif,
fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam fungsi atensi, media visual
dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati dari tingkat
“kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal ini gambar
atau simbul visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Berdasarkan
temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media visual melalui
gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran
untuk memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau
lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah
memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam mengorganisasikan
dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain bahwa media
pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat
dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk teks
(disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah
media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media
dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa
karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan
pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan
memungkinkan